Selasa, 03 November 2009

Angkara Meraja - Sebuah Fabel Republik Ini

Berawal dari sebuah kisah
Cicak melawan buaya
Siapakah mereka ?

Inilah buaya...
Buaya yang sombong
Pernah ditipu kancil
Di sebuah sungai
Berharap sebongkah daging merah
Janji sang kancil
Tapi perlu belanja daging
Sehingga perlu hitung buaya
Berjajarlah buaya
Empat puluh ekor
Dari tepi ke tepi sungai
Meloncatlah sang kancil
Di punggung buaya
Seraya menghitung
Satu dua tiga
Dan seterusnya
Di akhir hitungan
Genap empat puluh
Lompatlah kancil dengan gembira
Menyeberang sungai tanpa biaya
Itulah buaya

Inilah cicak ...
Cicak yang bijak
Disayang anak
Jika merayap di dinding
Disayang ibu
Jika menyantap nyamuk
Sedikitnya menolong kita
Menghemat darah kita
Dari curian nyamuk
Bahkan menghindarkan kita
Dari penyakit malaria dan sebagainya
Itulah cicak

Layar fabel terus tergelar
Belum tergulung
Cicak jumpa buaya
Bersaing untuk tugas yang sama
Memburu kancil sang penyebar angkara
Kancil penebar janji kemana mana
Tuk membagi daging merah segar
Sayang hasil dari menjarah
Dari peternakan pak Tani
Cicak kecil tak pernah ingin daging
Buaya sudah jelas suka daging
Namun buaya mengaku bersih di mata pak Tani
Kata buaya :
Pak Tani..
Cicaklah sang bedebah !
Penjarakan dia !
Rebahlah cicak di bui
Pak Tani bingung tak karuan
Di panggillah semua punggawa desa
Untuk diminta pendapatnya

Inilah fabel negeri ini
Di sidang punggawa buaya terpuruk
Oleh rekaman suara sang kancil
Tentang janji daging merah
Peristiwa penyeberangan sungai
Masih meninggalkan jejak cerita

Namun..
Fabel belum selesai
Sang kancil masih di luar
Melanjutkan petualangannya
Menebar janji dan angkara

Fabel terus tergelar
Pak Tani
Kapan engkau menuntaskannya ?

Slipi, 4 November 2009